LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA
PENGARUH SUHU TERHADAP REAKSI KATALITIK ENZIMATIS
KENTANG/HATI

Nama : Dini
Safitri
NIM : 1622230016
Kelompok : 1 (satu)
Asisten :
Riska Yusniawan
Dosen :
Luthvi Irmita, M. Pd
LABORATORIUM KIMIA FISIKA
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) RADEN FATAH
PALEMBANG
2018
I.
Judul Praktikum
Pengaruh Suhu Terhadap reaksi katalitik Enzimatis
Kentang/Hati
II.
Tanggal Praktikum
Praktikum Penurunan Titik Beku dilaksanakan pada hari
Senin, tanggal 7 Mei 2018 di Laboratorium Kimia Universitas Islam Negeri Raden
Fatah Palembang.
III.
Tujuan Praktikum
1.
Mahasiswa dapat mengukur volume busa yang dihasilkan dari reaksi katalitik
enzimatis kentang/hati pada berbagai suhu.
2.
Mahasiswa dapat memahami pengaruh penurunan suhu terhadap reaksi katalitik
enzimatis kentang/hati.
3.
Mahasiswa dapat memahami pengaruh kenaikan suhu terhadap reaksi katalitik
enzimatis kentang/hati.
4.
Mahasiswa dapat memahami pengaruh suhu terhadap reaksi katalitik enzimatis kentang/hati.
5.
Mahasiswa dapat memperkirakan suhu optimum reaksi katalitik enzimatis
kentang/hati.
IV. Dasar Teori
Katalisator adalah suatu zat yang
mempercepat laju
reaksi reaksi
kimia pada suhu
tertentu, tanpa mengalami perubahan atau terpakai oleh reaksi itu. Suatu
katalis berperan dalam reaksi tapi bukan sebagai pereaksi ataupun produk.
Katalisator adalah zat yang dapat mempengaruhi kecepatan reaksi, tetapi tidak
mengalami perubahan kimia pada akhir reaksi (Sukardjo, 2013).
Katalis memungkinkan reaksi
berlangsung lebih cepat atau memungkinkan reaksi pada suhu lebih rendah akibat
perubahan yang dipicunya terhadap pereaksi. Katalis menyediakan suatu jalur
pilihan dengan energi
aktivasiyang lebih rendah. Katalis
mengurangi energi yang dibutuhkan untuk berlangsungnya reaksi. Metabolisme
yang merupakan reaksi kimia memiliki katalisator yang disebut dengan enzim.
Katalis adalah zat yang dapat
mempercepat laju reaksi, tetapi zat itu sendiri tidak mengalami perubahan yang
kekal (tidak dikonsumsi atau dihabiskan). Contohnya adalah aksi larutan besi (III) klorida (FeCl3)
terhadap penguraian larutan hidrogen
peroksida (H2O2) (Purba dan Sunardi, 2012).
Katalis adalah zat yang
meningkatkan laju reaksi kimia tanpa
ikut terpakai (Chang, 2005). Katalis dibedakan menjadi katalis homogen dan
katalis heterogen. Katalis homogen adalah katalis yang sefase dengan zat yang
dikatalisis. Contohnya adalah larutan besi
(III) klorida (FeCl3) pada reaksi penguraian larutan hidrogen peroksida (H2O2).
Sedangkan katalis heterogen adalah katalis yang tidak sefase dengan zat yang
dikatalisis. Umumnya, katalis hetetogen berupa zat padat, dan reaksi
berlangsung pada permukaan katalis padat tersebut. Salah satu contohnya serbuk
MnO2 pada penguraian kalium klorat (KClO3) (Purba dan
Sunardi, 2012).
Banyak proses industri yang menggunakan
katalis, sehingga prosesnya dapat berlangsung lebih cepat dan biaya produksi
dapat dikurangi. Menurut Purba dan Sunardi (2012), berikut tabelnya.
|
Katalisator
|
Penggunaan
|
|
Besi
|
Sintesis amonia dari nitrogen
dan hidrogen (proses Haber)
|
|
V2O5
|
Industri asam sulfat (proses
kontak)
|
|
Nikel
|
Pembuatan margarin dari minyak
kelapa
|
|
Platina
|
Industri asam nnitrat (proses
Ostwald), pengubah katalitik pada kanalpot kendaraan bermotor.
|
Salah satu keburukan katalis,
yaitu katalis dapat diracuni sehingga menjadi tidak aktif. Sebagai contohnya,
pengubah katalitim yang dipasang pada knalpot kendaraan bermotor dapat diracuni
oleh timah hitam (timbal) (Purba dan Sunardi, 2012).
Reaksi atau proses kimia yang
berlangsung dengan baik dalam tubuh dimungkinkan karena adanya katalis yang
disebut enzim. Pengetahuan tentang katalis telah dirintis oleh Berzelius pada
tahun 1837. Ia mengusulkan nama katalis untuk zat-zat yang dapat mempercepat
reaksi tetapi zat itu sendiri tidak ikut bereaksi. Proses kimia yang terjadi dengan
pertolongan enzim telah dikenal sejak zaman dahulu, misalnya pembuatan
anggur dengancara fermentasi (Poedjiadi,
2012).
Enzim dikenal untuk pertama
kalinya sebagai protein oleh Sumner (1926) yang telah berhasil mengisolasi
urease dari “kara pedang” (jack bean). Urease adalah enzim yang dapat
menguraikan urean menjadi CO2 dan NH3 (Poedjiadi, 2012).
Enzim ialah katalis dalam makhluk hidup (Chang, 2005).
Enzim adalah protein tidak
beracun namun mampu mempercepat laju reaksi kimia dalam suhu dan derajat keasaman
yang sesuai. Enzim akan menghasilkan produk yang sangat spesifik sehingga dapat
diperhitungkan dengan mudah. Pada saat ini dan bahkan di masa yang akan datang,
enzim menjadi primadona industri karena melalui penggunaanya, energi dapat
dihemat dan akrab dengan lingkungan (Masri, 2014).
Fungsi suatu enzim ialah sebagai
katalis untuk proses biokimia yang terjadi dalam sel maupun di luar sel. Suatu
enzim dapat mempercepat reaksi 108 sampai 1011 kali lebih
cepat daripada tanpa katalis. Jadi,
enzim dapat berfungsi sebagai katalis yang sangat efisien, di samping itu
mempunyai derajat kekhasan yang tinggi (Poedjiadi, 2012).
Mekanisme cara kerja enzim dapat dijelaskan melalui
alur berikut:
1. Menciptakan lingkungan yang transisinya
terstabilisasi untuk menurunkan energi aktivasi, misalnya dengan cara mengubah
substrat.
2. Meminimalkan energi transisi dengan membuat
lingkungan reaksi terdistribusi muatan berlawanan dan tanpa mengubah bentuk
substrat sedikit pun.
3. Melalui pembentukan lintasan reaksi alternatif.
4. Menggiring substrat ke orientasi yang tepat untuk
bereaksi dengan menurunkan entropi reaksi.
Menurut
Poedjiadi (2012), penggolongan enzim dibagi menjadi enak bagian, yaitu sebagai
berikut.
1.
Oksidoreduktase
Enzim
ini terbagi menjadi dehidrogenase dan oksidase. Dehidrogenase, yaitu reaksi
pengambilan atom hidrogen dari suatu senyawa (donor). Oksidase bekerja sebagai
katalis pada reaksi pengambilan hidrogen dari sutu subtrat.
2.
Transferase
Enzim
yang bekerja sebbagai katalis pada reaksi pemindahan suatu gugus dari suatu
senyawa kepada senyawa lain.
3.
Hidrolase
Bekerja
sebagai katalis pada reaksi hidrolisis. Terbagi menjadi tiga jenis, yaitu
memecah ikatan ester, memecah glikosida, dan memecah ikata peptida.
4.
Liase
Enzim
yang memiliki peranan penting dalam reaksi pemisahan suatu gugus dari suatu
substrat (bukan cara hidrolisis) atau sebaliknya.
5.
Isomerase
Bekerja pada reaksi
perubahan intramolekuler.
6.
Ligase
Bekerja
pada reaksi penggabungan dua molekul yang disertai dengan hidrolisis ATP.
Berdasarkan pendapat Poedjiadi (2012), dapat disimpulkan
faktor yang mempengaruhi aktivitas enzim adalah
1. Suhu
Semua enzim membutuhkan
suhu yang cocok agar dapat bekerja dengan biak. Laju reaksi biokimia meningkat seiring
kenaikan suhu. Hal ini karena panas meningkatkan energi kinetik dari molekul
sehingga menyebabkan jumlah tabrakan diantara molekul-molekul meningkat.
Sedangkan dalam kondisi suhu rendah, reaksi menjadi lambat karena hanya
terdapat sedikit kontak antara substrat dan enzim. Namun, suhu yang ekstrim
juga tidak baik untuk enzim. Di bawah pengaruh suhu yang sangat tinggi, molekul
enzim cenderung terdistorsi, sehingga laju reaksi pun jadi menurun. Enzim yang
terdenaturasi gagal melaksanakan fungsi normalnya. Dalam tubuh manusia, suhu
optimum di mana kebanyakan enzim menjadi sangat aktif berada pada kisaran 35°C
sampai 40°C. Ada juga beberapa enzim yang dapat bekerja lebih baik pada suhu
yang lebih rendah daripada ini.
2. Nilai pH
Efisiensi suatu enzim sangat dipengaruhi oleh nilai pH
atau derajat keasaman sekitarnya. Ini karena muatan komponen asam amino enzim
berubah bersama dengan perubahan nilai pH. Secara umum, kebanyakan enzim tetap
stabil dan bekerja baik pada kisaran pH 6 dan 8. Tapi, ada beberapa enzim
tertentu yang bekerja dengan baik hanya di lingkungan asam atau basa. Nilai pH
yang menguntungkan bagi enzim tertentu sebenarnya tergantung pada sistem
biologis tempat enzim tersebut bekerja. Ketika nilai pH menjadi terlalu tinggi
atau terlalu rendah, maka struktur dasar enzim dapat mengalami perubahan.
Sehingga sisi aktif enzim tidak dapat mengikat substrat dengan benar, sehingga
aktivitas enzim menjadi sangat terpengaruhi. Bahkan enzim dapat sampai
benar-benar berhenti berfungsi.
3. Konsentrasi Substrat
Konsentrasi substrat
yang lebih tinggi berarti lebih banyak jumlah molekul substrat yang terlibat
dengan aktivitas enzim. Sedangkan konsentrasi substrat yang rendah berarti
lebih sedikit jumlah molekul substrat yang dapat melekat pada enzim,
menyebabkan berkurangnya aktivitas enzim. Tetapi ketika laju enzimatik
sudah mencapai maksimum dan enzim sudah dalam kondisi paling aktif, peningkatan
konsentrasi substrat tidak akan memberikan perbedaan dalam aktivitas enzim.
Dalam kondisi seperti ini, di sisi aktif semua enzim terus terdapat substrat,
sehingga tidak ada tempat untuk substrat ekstra.
4. Konsentrasi Enzim
Semakin besar
konsentrasi enzim maka kecepatan reaksi akan semakin cepat pula. Konsentrasi
enzim berbanding lurus dengan kecepatan reaksi, tentunya selama masih ada
substrat yang perlu diubah menjadi produk.
5. Aktivator &
Inhibitor
Aktivator merupakan
molekul yang membantu enzim agar mudah berikatan dengan
substrat. Inhibitor adalah substansi yang memiliki kecenderungan untuk
menghambat aktivitas enzim. Inhibitor enzim memiliki dua cara berbeda
mengganggu fungsi enzim. Berdasarkan caranya, inhibitor dibagi menjadi 2
kategori: inhibitor kompetitif dan inhibitor non-kompetitif. Inhibitor
kompetitif memiliki struktur yang sama dengan molekul substrat, inhibitor ini
melekat pada sisi aktif enzim sehingga menghalangi pembentukan ikatan kompleks
enzim-substrat. Inhibitor non-kompetitif dapat melekat pada sisi enzim
yang bukan merupakan sisi aktif, dan membentuk kompleks enzim-inhibitor.
Inhibitor ini mengubah bentuk/struktur enzim, sehingga sisi aktif enzim menjadi
tidak berfungsi dan substrat tidak dapat berikatan dengan enzim tersebut.
Secara
umum, enzim memiliki empat sifat atau iri khas, yaitu sebagai berikut.
1. Enzim merupakan biokatalisator
Seperti dalam pengertiannya, enzim bersifat
biokatalisator berarti dia hanya mengubah kecepatan reaksi dengan menurunkan
energi aktivasinya.
2. Enzim bekerja secara spesifik
Suatu enzim hanya bekerja pada substrat yang
spesifik untuk membentuk produk yang spesifik juga. Dalam hal ini, kamu bisa
membayangkan enzim sebagai “kunci” yang mempunyai bentuk khusus, sehingga hanya
bisa membuka satu “gembok” saja. Contoh: Enzim amilase yang hanya bekerja pada
substrat berupa amilum (pati).
3. Kerja enzim bersifat bolak-balik (irreversible)
Suatu enzim dapat melakukan reaksi dua arah; dari
substrat menjadi produk atau produk menjadi substrat.
4. Enzim Menyerupai Protein
Ada beberapa sifat enzim yang menyerupai karakter
dari protein, yaitu:
a.
Bekerja
pada suhu optimum.
b.
Kinerja
menurun dalam kondisi asam kuat atau basa kuat.
c.
Kinerja
menurun pada pelarut organik.
d.
Terdenaturasi
pada suhu panas.
e.
Dipengaruhi
oleh aktivator (pemicu), inhibitor (penghambat), dan konsentrasi substrat.
V. Alat Dan Bahan
A.
Alat
1.
Gelas kimia 500 ml
2.
Gelas ukur 25 ml
3.
Termometer
B.
Bahan
1.
Kentang
2.
Hati ayam
3.
H2O2 30%
VI.
Prosedur Percobaan
![]() |
|
![]() |
- ukur suhu air
pada gelas kimia selama 5 menit
- tambahkan
![]() |
VII.
Data
Hasil Pengamatan
Tabel 1. Volume busa di setiap perbedaan suhu
|
Suhu
(˚C)
|
Volume Busa
|
|
|
|
Hati ayam
|
Kentang
|
|
|
|
36˚
|
-
|
0,5 ml
|
|
|
36˚
|
65 ml
|
-
|
|
|
7˚
|
-
|
2 ml
|
|
|
7˚
|
80 ml
|
-
|
|
|
58˚
|
-
|
1,5 ml
|
|
|
58˚
|
75 ml
|
-
|
|
VIII. Pembahasan
Pada percobaan kedua
ini, percobaan untuk mengetahui pengaruh suhu terhadap reaksi katalitik
enzimatis kentang dan hati. Percobaan ini dilakukan pada suhu yang berbeda
dimana suhu dingin, panas, dan normal. Dari suhu itulah dapat ditentukan dan
dilihat pengaruhnya terhadap reaksi katalitik enzimatis.
Percobaan
pertama dilakukan pada kentang di suhu normal. Suhu normal disini bertemperatur
36˚C yang berasal dari air keran. Kentang dimasukkan ke dalam tabung reaksi
besar lalu dimasukkan ke dalam gelas kimia selama 5 menit agar dapat menentukan
suhunya. Setelah 5 menit, kentang di dalam
tabung reaksi diberikan H2O2 (Hidrogen Peroksida) sebanyak 5 ml. Saat diberikan H2O2 (Hidrogen Peroksida), kentang yang awalnya tidak berbusa menjadi berbusa. Namun
busa yang didapat tidak terlalu banyak yang mana volume yang di dapat sebanyak
0,5 ml. Saat hati ayam diperlakukan sama seperti kentang sebelumnya, hati ayam
saat diberikan H2O2 (Hidrogen
Peroksida) sebanyak 5 ml
menghasilkan volume busa lebih banyak dengan perbandingan yang jauh. Volume
yang didapat sebanyak 65 ml.
Percobaan kedua
dilakukan dengan air yang berada pada suhu dingin dengan temperatur 7˚C,
perlakuan sama seperti pada suhu normal pada percobaan sebelumnya. Saat kentang
diberikan H2O2 (Hidrogen
Peroksida) sebanyak 5 ml,
kentang tidak terlalu banyak mengeluarkan
busa dimana volumenya sebanyak 2 ml. Berbeda dengan hati ayam yang
bervolume sebanyak 80 ml pada suhu dingin sehingga busa yang berada di dalam
tabung reaksi bergerak keluar dari tabung reaksi karena hati ayam terus
bereaksi dengan H2O2 (Hidrogen
Peroksida) .
Percobaan
ketiga dilakukan pada suhu panas dimana temperaturnya berada pada 58˚C. Air
panas tersebut di dapat dari pemanasan air keran dengan menggunakan bunsen
karena jika menggunakan hot plate, air akan lama mencapai suhu yang
panas dan juga untuk mengantisipasi padamnya lampu saat percobaan. Hal itu
dapat mengganggu jalannya praktikum. Saat kentang direaksikan dengan H2O2 (Hidrogen Peroksida) sebanyak 5 ml tetap mengahasilkan busa
dengan volume yang tidak terlalu jauh berbeda dari percobaan kentang pada suhu
dingin maupu normal, dimana volume yang didapatkan sebanyak 1,5 ml. Sedangkan
hati ayam ayam bereaksi sempurna seperti sebelumnya dengan volume sebanyak 75
ml.
Dari percobaan
yang dihasilkan baik dari kentang maupun hati ayam, keduanya saat direaksikan
dengan H2O2 (Hidrogen
Peroksida) akan mengahsilkan
busa baik sedikit maupun banyak. Hal ini disebabkan kedua bahan tersebut
mengandung enzim katalase. Dimana enzim tersebut dihasilkan dari badan mikro
yang terdiri dari peroksisom dan glioksisom. Enzim katalase dapat menguraikan
senyawa H2O2 (Hidrogen
Peroksida) yang tidak baik
bag tubuh menjadi air (H2O) dan oksigen (O2) yang tidak
berbahaya bagi tubuh. Dengan kata lain, enzim katalase yang terdapat pada hati
ayam ataupun kentang akan menguraikan H2O2 (Hidrogen Peroksida) menjadi air (H2O)
dan oksigen (O2) dan bentuk busa. Sebagaimana yang dikatakan Purba
dan Sunardi (2006) bahwa H2O2
(Hidrogen Peroksida) dapat terurai menjadi air (H2O)
dan oksigen (O2).
Berdasarkan
kecepatan berbusa, kentang menghasilkan busa lebih sedikit daripada hati ayam.
Hal ini disebabkan kentang memiliki sedikit enzim katalase dari pada hati ayam.
Sehingga perlu banyak H2O2
(Hidrogen Peroksida) untuk direaksikan sehingga mengahasilkan busa
yang banyak.
Pada
perbandingan pada suhu dingin, normal, dan panas terdapat perbedaan volume di
setiap suhunya. Berdasarkan tabel, suhu pada temperatur rendahlah yang memiliki
volume terbanyak. Hal ini tidak sesuai karena yang seharusnya memiliki volume
tertinggi berada pada suhu normal. Hal ini disebabkan karena adanya kesalahan
saat mengukur suhu sehingga kentang maupun hati tidak dingin seutuhnya atau
dengan kata lain kentang dan hati ayam masih berada tidak jauh dari suhu
normal. Sedangkan pada suhu tinggi, reaksi yang terjadi seharusnya sedikit
menghasilkan busa karena enzim pada suhu tinggi atau diatas suhu normal akan
membuat enzim rusak dan tidak bisa menguraikan H2O2 (Hidrogen Peroksida).
Reaksi eksoterm
terjadi pada percobaan ini karena saat reaksi (Hidrogen Peroksida) dengan
kentang dan hati ayam dapat dirasakan suhu panas dari tabung reaksi. Reaksi
eksoterm mengahasil panas, karena dikeluarkan ke lingkungan dan tabung reaksi
sebagai lingkungan yang menyerap panas dari pereaksi sehingga suhu tabung
reaksi naik atau meningkat.
IX.
Jawaban Tugas
A. Pertanyaan
1.
Jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas enzim?
2.
Plot data suhu vs volume busa dalam grafik (gunakan kertas grafik/excel)!
3.
Apa yang akan terjadi pada enzim jika suhu di atas suhu optimum?
4.
Apa yang akan terjadi pada enzim jika suhu di bawah suhu optimum?
5.
Jelaskan apa yang dimaksud dengan denaturasi?
6.
Jelaskan kenapa digunakan buffer pH 7 pada percobaan ini?
B. Jawaban
1. faktor yang
mempengaruhi aktivitas enzim adalah
a. Suhu
Semua enzim membutuhkan
suhu yang cocok agar dapat bekerja dengan biak. Laju reaksi biokimia meningkat
seiring kenaikan suhu. Hal ini karena panas meningkatkan energi kinetik dari
molekul sehingga menyebabkan jumlah tabrakan diantara molekul-molekul
meningkat. Sedangkan dalam kondisi suhu rendah, reaksi menjadi lambat karena
hanya terdapat sedikit kontak antara substrat dan enzim. Namun, suhu yang
ekstrim juga tidak baik untuk enzim. Di bawah pengaruh suhu yang sangat tinggi,
molekul enzim cenderung terdistorsi, sehingga laju reaksi pun jadi menurun.
Enzim yang terdenaturasi gagal melaksanakan fungsi normalnya. Dalam tubuh
manusia, suhu optimum di mana kebanyakan enzim menjadi sangat aktif berada pada
kisaran 35°C sampai 40°C. Ada juga beberapa enzim yang dapat bekerja lebih baik
pada suhu yang lebih rendah daripada ini.
b. Nilai pH
Efisiensi suatu enzim sangat dipengaruhi oleh nilai pH
atau derajat keasaman sekitarnya. Ini karena muatan komponen asam amino enzim berubah
bersama dengan perubahan nilai pH. Secara umum, kebanyakan enzim tetap stabil
dan bekerja baik pada kisaran pH 6 dan 8. Tapi, ada beberapa enzim tertentu
yang bekerja dengan baik hanya di lingkungan asam atau basa. Nilai pH yang
menguntungkan bagi enzim tertentu sebenarnya tergantung pada sistem biologis
tempat enzim tersebut bekerja. Ketika nilai pH menjadi terlalu tinggi atau
terlalu rendah, maka struktur dasar enzim dapat mengalami perubahan. Sehingga
sisi aktif enzim tidak dapat mengikat substrat dengan benar, sehingga aktivitas
enzim menjadi sangat terpengaruhi. Bahkan enzim dapat sampai benar-benar
berhenti berfungsi.
c. Konsentrasi
Substrat
Konsentrasi substrat
yang lebih tinggi berarti lebih banyak jumlah molekul substrat yang terlibat
dengan aktivitas enzim. Sedangkan konsentrasi substrat yang rendah berarti
lebih sedikit jumlah molekul substrat yang dapat melekat pada enzim,
menyebabkan berkurangnya aktivitas enzim. Tetapi ketika laju enzimatik
sudah mencapai maksimum dan enzim sudah dalam kondisi paling aktif, peningkatan
konsentrasi substrat tidak akan memberikan perbedaan dalam aktivitas enzim.
Dalam kondisi seperti ini, di sisi aktif semua enzim terus terdapat substrat,
sehingga tidak ada tempat untuk substrat ekstra.
d. Konsentrasi Enzim
Semakin besar
konsentrasi enzim maka kecepatan reaksi akan semakin cepat pula. Konsentrasi
enzim berbanding lurus dengan kecepatan reaksi, tentunya selama masih ada
substrat yang perlu diubah menjadi produk.
e. Aktivator &
Inhibitor
Aktivator merupakan
molekul yang membantu enzim agar mudah berikatan dengan
substrat. Inhibitor adalah substansi yang memiliki kecenderungan untuk
menghambat aktivitas enzim. Inhibitor enzim memiliki dua cara berbeda
mengganggu fungsi enzim. Berdasarkan caranya, inhibitor dibagi menjadi 2
kategori: inhibitor kompetitif dan inhibitor non-kompetitif. Inhibitor
kompetitif memiliki struktur yang sama dengan molekul substrat, inhibitor ini
melekat pada sisi aktif enzim sehingga menghalangi pembentukan ikatan kompleks
enzim-substrat. Inhibitor non-kompetitif dapat melekat pada sisi enzim
yang bukan merupakan sisi aktif, dan membentuk kompleks enzim-inhibitor.
Inhibitor ini mengubah bentuk/struktur enzim, sehingga sisi aktif enzim menjadi
tidak berfungsi dan substrat tidak dapat berikatan dengan enzim tersebut.
2.

3.
Suhu yang lebih
tinggi dalam sistem hidup berarti kesempatan untuk energi aktivasi dicapai
meningkat karena energi kinetik dari sistem yang lebih besar. Energi kinetik
yang lebih besar berarti lebih banyak tabrakan yang mungkin antara enzim dan
substrat, dan tingkat enzim reaksi ini meningkat. Pada suhu yang sangat tinggi
enzim dapat “mengubah sifat sesuatu benda,” yang berarti panas menyebabkan
mereka kehilangan bentuk aslinya yang diperlukan bagi mereka untuk bereaksi. Karena
itu, jika suhu terlalu tinggi, penurunan laju reaksi terjadi sebagai akibat
denaturasi dari enzim.
4. Suhu
yang lebih rendah berarti bahwa molekul dalam sistem hidup yang bergerak lebih
lambat dan memiliki energi kinetik yang lebih rendah. Molekul harus bertabrakan
untuk reaksi terjadi, jadi jika suhu terlalu rendah dan partikel yang bergerak
perlahan, kesempatan bagi molekul enzim berbenturan dengan substrat (bahan
kimia tertentu dapat bereaksi) jauh lebih rendah. Suhu di mana enzim mulai
bereaksi disebut energi aktivasi. Pada suhu rendah, reaksi enzim terjadi lebih
lambat, dan jika suhu terlalu rendah, reaksi mungkin tidak terjadi sama sekali.
5. Denaturasi
biasanya membuat protein tidak aktif secara biologis. Denaturasi, dalam
biologi, merupakan proses memodifikasi struktur molekul protein. Denaturasi adalah pemecahan struktur normal
protein atau asam nukleat karena perubahan suhu, pH, atau konsentrasi ion dalam
larutan di mana protein terjadi.
6. Setiap enzim
memiliki pH optimal yang berbeda-beda. Pada pH optimumnya, enzim dapat bekerja
pada tingkat optimalnya yaitu pada pH 7. Adanya pengendalian pH merupakan suatu
cara penting untuk mengatur aktivitas enzim. Pengunaan
buffer pH 7 berfungsi untuk menunjukkan bahwa enzim akan bekerja dengan
kecepatan reaksi paling tinggi pada daerah pH optimumnya.
X. Kesimpulan
1.
Katalisator
adalah zat yang dapat mempengaruhi kecepatan reaksi, tetapi tidak mengalami
perubahan kimia pada akhir reaksi.
2.
Enzim adalah
protein tidak beracun namun mampu mempercepat laju reaksi kimia dalam suhu dan
derajat keasaman yang sesuai.
3.
H2O2
(Hidrogen Peroksida) dapat terurai menjadi air (H2O)
dan oksigen (O2).
4.
Suhu rendah di bawah suhu optimum 30-34
derarajat akan membuat
enzim tahan lama dan lambat bergerak.
5.
Suhu tinggi yang berada suhu optium 30=34 derajat akan membuat enzim rusak.
6.
Adanya busa terjadi karena H2O2
(Hidrogen Peroksida) dapat terurai menjadi air (H2O)
dan oksigen (O2).
XI.
Daftar
Pustaka
Chang,
Raymond. 2005. Kimia Dasar: Konsep-Konsep
Inti. Jakarta: Erlangga.
Masri, Mashuri. 2014. Isolasi dan Pengukuran Aktivitas Enzim Bromelin dan Ekstrak Kasar
Bonggol Nanas, Biogenesis,2(2): 119-125.
Poedjiadi, Anna. 2012. Dasar-Dasar Biokimia.
Jakarta: UI Press
Purba, Michael dan
Sunardi. 2012. Kimia 2. Jakarta: Erlangga. .
Sukardjo. 2013. Kimia Fisika. Yogyakarta: Rineka Cipta.
LAMPIRAN
1.
Prosedur Percobaan
|
Foto
|
Keterangan
|
![]()
Mengukur suhu air keran
|
![]()
Mengukur suhu air dingin
|
![]()
Mengukur suhu air panas
|
![]()
Memanaskan air dengan bunsen
|
![]()
H2O2
dimasukkan ke dalam tabung reaksi berisi hati ayam
|
![]()
H2O2
dimasukkan ke dalam tabung reaksi kentang
|
![]()
Busa kentang dan
air keran
|
![]()
Busa hati ayam dan air keran
|
![]()
Busa hati ayam dan air panas
|
![]()
Busa kentang dan air panas
|
![]()
Busa kentang dan air dingin
|
![]()
Busa hati ayam dan air panas
|
2.
Alat dan Bahan
a. Alat
|
Nama
Alat
|
Gambar
|
|
Gelas
ukur
|
![]() |
|
Gelas
kimia
|
![]() |
|
Termometer
|
![]() |
b. Bahan
|
Nama
Bahan
|
Gambar
|
|
Kentang
|
![]() |
|
Hati ayam
|
![]() |
|
H2O2
|
![]() |



















Tidak ada komentar:
Posting Komentar