Jumat, 22 Juni 2018

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA PENURUNAN TITIK BEKU


LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA
PENURUNAN TITIK BEKU




Nama           : Dini Safitri
NIM             : 1622230016
Kelompok    : 1 (satu)

Asisten         : Riska Yusniawan
Dosen           : Luthfi Ulva Irmita, M. Pd





LABORATORIUM KIMIA FISIKA
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) RADEN FATAH
PALEMBANG
2018
I.         Judul Praktikum
Penurunan Titik Beku

II.      Tanggal Praktikum
Praktikum Penurunan Titik Beku dilaksanakan pada hari Senin, tanggal 30 April 2018 di Laboratorium Kimia Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang.

III.   Tujuan Praktikum
Menentukan tetapan penurunan titik beku asam asetat dan menentukan massa molekul relatif zat X.

IV.   Dasar Teori
Sifat-sifat koligatif larutan ialah sifat-sifat larutan yang hanya ditentukan oleh jumlah partikel dalam larutan dan tidak tergantung jenis partikelnya. Dalam bagian ini, dibicarakan sifat koligarif larutan yang berisi zat terlarut yang sukar menguap atau non-volatif (Sukardjo, 2013).
Titik beku ialah temperatur pada saat larutan setimbang dengan pelarut padatnya. Larutan akan membeku pada temperatur lebih rendah dari pelarutnya (Sukardjo, 2013). Hal ini dikarenakan sebagian partikel air dan partikel-partikel terlarut akan bergabung dan membentuk ikatan. Sehingga ketika membeku yang memiliki titik beku paling tinggi adalah air karena air yang membeku terlebih dahulu, kemudian diikuti partikel-pertikel terlarut.
Larutan dan senyawa kimia diartikan sebagai suatu campuran homogen yang terdispersi pada spesies kimia dalam skala molekular. Larutan biner merupakan larutan yang terdiri atas dua unsur. Sedangkan larutan tersier (terner) merupakan larutan yang terdiri atas tiga unsur, dan kuartener terdiri atas tiga unsur, dan kuartener terdiri atas empat unsur. Larutan mempunyai fase yang berbeda-beda. Larutan dapat berupa gas, cairan, atau padatan. Fase ini mempengaruhi sifat dari zat tersebut, salah satunya sifat koligatif larutan. Penurunan titik beku dan peningkatan titik didih, sama halnya seperti penurunan tekanan uap yang sebanding dengan konsentrasi fraksi molnya (Petruci, 1987).
Sifat-sifat yang tidak bergantung pada jenis zat terlarut, tetapi hanya pada konsentrasi partikel terlarutnya disebut sifat koligatif. Istilah ini berasal dari bahasa Latin yang artinya kolega atau kelompok. Sifat koligatif hanya bergantung pada jumlah partikel atau kelompok partikel zat terlarut didalam larutan dan tidak bergantung pada jenisnya, baik molekul atau ion (partikel terlarut). Sifat koligatif meliputi tekanan uap, penurunan titik beku, kenaikan titik didih, dan tekanan osmotik (Purba dan Sunardi, 2012).
Menurut Kitti (2010), ada tiga konsentrasi larutan yaitu, kemolaran (M) dan fraksi mol (x). Kemolaran menyatakan jumlah mol zat terlarut dalam satu liter larutan.
     atau      
Keterangan:
M  : kemolaran (mol l-1 atau M)
N  : jumlah mol zat terlarut (mol) (n= gr/Mr)
V  : volume larutan (I atau ml)    
gr  : massa zat terlarut (gram)
Mr            : massa molekul zat terlarut (gram mol-1)
Dan kemolalan atau molalitas menyatakan jumlah zat terlarut dalam 1000 gram (1 kg) pelarut. Kemolalan ini dinyatakan dalam mol kg-1.
      atau    
            Menurut Purba dan Sunardi (2012), fraksi mol (X) menyatakan perbandingan jumlah mol zat terlarut atau pelarut terhadap jumlah mol larutan. Jumlah mol zat pelarut adalah nA dan mjumlah mol zat terlarut adalah nB, maka faraksi mol pelarut dan zat terlarut adalah
Rounded Rectangle:    XB=nB/(nB+nA)Rounded Rectangle:    XA=nA/(nA+nB)                   
 Dan   
                                                                                                                                   
Rounded Rectangle:     XA+XB=1    Rounded Rectangle: XA=1-XB 

    
Rounded Rectangle:     XB=1-XA
 

           
     Titik beku berbanding terbalik dengan titik didih, karena selalu lebih rendah dibanding titik beku pelarut murninya. Zat terlarut yang ada dalam larutan akan selalu bertahan untuk tetap melarut (Kitti, 2010). Menurut Purba dan Sunardi (2012), penurunan titik beku ( ) sebanding dengan kemolalan larutan, dinyatakan dalam

Rounded Rectangle: ∆Tf  = Kf x 1000/P  x  gr/Mr   Rounded Rectangle: ∆Tf  = Kf.m                                       atau    


keterangan:
: penurunan titik beku
Kf   : tetapan penurunan titik beku molal pelarut (oC m-1)
M   : molalitas larutan (m)
Selisih antara titik didih larutan dengan titik didih pelarutnya, disebut kenaikan titik didih (∆Tb = boiling point elevation). Sedangkan selisih antara titik beku pelarut dengan titik beku larutan disebut penurunan titik beku (∆Tf = freezing point depression) (Purba dan Sunardi, 2012).
Menurut Putrba dan Sunardi, selisih keduanya dinyatakan dalam
∆Tb = Tblarutan – Tbpelarut
Keterangan:
∆Tb       : kenaikan ttik didih larutan (˚C)
 Tblarutan :  titik didih larutan
Tbpelarut  :titik diidh pelarut

∆Tb = Tflarutan – Tfpelarut
Keterangan:
∆Tf       : kenaikan ttik beku larutan (˚C)
 Tflarutan :  titik beku larutan
Tfpelarut  :titik beku pelarut
Seseorang yang bukan ilmuwan mungkin tidak akan pernah menyadari fenomena kenaikan titik didih, tetapi seorang pengamat yang jeli yang hidup di iklim dingin terbiasa dengan penurunan titik beku. Es di jalan dan trotoar yang beku akan meleleh bila ditaburi garam seperti Natrium Klorida (NaCl) atau Kalium Klorida (CaCl2). Cara pelelehan semacam ini berhasil karena dapat menurunkan titik beku air. Penjelasan kuantitatif untuk fenomena penurunan titik beku ialah, pembekuan melibatkan transisi dari keadaan tidak teratur ke keadaan teratur. Agar proses itu terjadi, energy harus diambil dari sistem. Karena larutan lebih tidak teratur dibandingkan pelarut, maka lebih banyak energi yang harus diambil darinya untuk menciptakan keteraturan dibandingkan dalam kasus pelarut murni. Jadi, larutan memiliki titik beku lebih rendah dibandingkan pelarut. Perhatikan bahwa bila larutan membeku, padatan yang memisah ialah komponen pelarutnya (Chang, 2005).  
Terdapat konstanta titik didih molal dan konstanta penurunan titik beku molal untuk beberapa cairan yang umum yaitu.
Tabel 1. Konstanta penurunan titik beku beberapa larutan (Chang, 2005).
Pelarut
Titik beku normal (oC) diukur pada 1 atm
Kb (oC/m)
Titik didih normal (oC) diukur pada 1 atm
Kd (oC/m)
Air
0
1,86
100
0,52
Benzena
5,5
5,12
80,1
2,53
Etanol
117,3
1,99
78,4
1,22
Asam Asetat
16,6
3,90
117.9
2,93
Sikloheksana
6,6
20,0
80,7
2,79

Diagram fase atau P-T adalah diagram yang menyatakan hubungan antara suhu dan tekanan dengan fase zat (Purba dan Sunardi, 2012). Menurut Kitti (2010), diagram fase menyatakan batas-batas suhu dan tekanan dimana suatu bentuk fase dapat stabil.






Gambar 1. Diagram fasa (Purba dan Sunardi, 2012)
Menurut Purba dan Sunardi (2012), perbandingan diagram fase larutan dengan diagram fase pelarutnya (dalam hal ini air), seperti berikut.
Gambar 2. Diagram fasa larutan relatif terhadap pelarutnya (Purba dan Sunardi, 2012).

V.      Alat Dan Bahan
A.    Alat
1.      Gelas kimia 25 mL dari pyrex     
2.      Gelas arloji
3.      Tabung raeksi besar
4.      Termometer 100oC
5.      Pipet tetes
6.      Pengaduk kaca
7.      Stopwatch
8.      Baskom untuk membuat thermostat sederhana
9.      Statif
10.  Bunsen
B.     Bahan
1.      Naftalena
2.      Asam Asetat
3.      Zat X (NaCl)

VI.   Prosedur Percobaan
1.      Penentuan titik beku naftalena dalam Asam Asetat

15 mL asam asetat pekat
 
 


-          Dimasukkan dalam

Gelas kimia
 
 



-          masukkan dalam


Thermostat
 
 


-          Ukur titik bekunya sampai konstan
-          Naikkan suhu
-          tambahkan

0,2528 gram naftalena
 
 


-          aduk
-          dimasukkan dalam

thermostat
 
 


-          diukur sampai temperatur
konstan

Amati
 
 




2.      Penentuan titik beku zat  X dalam asetat

0,2535 gram zat X + Asam Asetat 15 mL
 
 



-          diaduk
-          dimasukkan  

thermostat
 
 


-          diukur hingga temperatur
konstan

Amati
 
 


VII.      Data Hasil Pengamatan
Tabel 1. Temperatur vs waktu untuk larutan CH3COOH murni
Waktu
(menit)
˚C
Kondisi Cairan
Belum Membeku
Sebagian Membeku
Beku Semua
1
14˚


2


3


4
v


5
12˚


6


7


8


9
10˚


10


11


12
8˚


13


14


15



Tabel 2. Penentuan titik beku naftalena dalam asam asetat
Waktu
(menit)
˚C
Kondisi cairan
Belum Membeku
Membeku Sebagian
Beku Semua
1
12˚


2


3
10˚


4


5


6
8˚


7


8


9
6˚


10


11


12


13


14


15



Tabel 3. Penentuan titik beku zat X dalam asam asetat
Waktu
(menit)
˚C
Kondisi Cairan
Belum Membeku
Beku Sebagian
Beku Semua
1
14˚


2
13˚

3
12˚


4


5
11˚


6


7
10˚


8


9


10


11


12


13


14


15



VIII.       Reaksi Dan Perhitungan
A.    Reaksi
1.      Asam Asetat dan naftalena
CH3COOH + C10H8 → CH12H10O + H2O
2.      Asam Aetat dan Zat X (NaCl)
CH3COOH + NaCl → CH3COONa + HCl

B.       Perhitungan
1.    Penentuan titik beku naftalena dalam asam asetat
Dari percobaan diketahui :  asam asetat (CH3COOH) = 8°C
                                             naftalena (C10H8) = 6°C
Volume asam asetat (CH3COOH) = 15 ml
 asam asetat (CH3COOH) = 1,05 gr/ml
W naftalena (C10H8) = 0,2538 gr
Ditanya :  a.  asam asetat (CH3COOH)
b. asam asetat (CH3COOH)
Jawab :
a.    Penurunan titik beku larutan CH3COOH murni 
= (8 – 6)°C
= 2°C
W asam asetat = asam asetat x Vasam asetat
W asam asetat =  1,05 gr/ml x 15 ml
      = 15.75 gr
b.  =
2°C =
2°C =
 =
 = 15.748 °C/mol

2.    Penentuan Mr zat X (NaCl) dalam asam asetat
Dari percobaan diketahui : asam asetat (CH3COOH) = 8oC
zat X (NaCl)= 10oC
  Volume asam asetat (CH3COOH) = 15 ml
W zat X (NaCl) = 0,2535 gr
Ditanya : Mr zat X (NaCl)
Jawab :
a.    Penurunan zat X (NaCl) dalam asam asetat
= (8 – 10)°C
= −2°C
W asam asetat = asam asetat x Vasam asetat
W asam asetat =  1,05 gr/ml x 15 ml
      = 15.75 gr
b.  =
−2°C =
−2°C =
−2°C. Mr =
−2°C. Mr =
−2°C. Mr =
Mr =
Mr = −126.734

IX.   Pembahasan
Pada percobaan pertama ini, akan menetukan tetapan penurunan titik beku Asam Asetat (CH3COOH) dan menentukan massa molekul relatif zat X. Percobaan pertama yang dilakukan pada Asam Asetat (CH3COOH) untuk menguji suhu awal Asam Asetat (CH3COOH) yang mana didapat angka 32˚C. Asam Asetat (CH3COOH) yang digunakan sebanyak 15 mililiter. Suhu Asam Asetat (CH3COOH) diukur setiap menitnya untuk mendapatkan temperatur konstan. Temperatur konstan dari Asam Asetat (CH3COOH) berada pada menit ke 15.  Lamanya penurunan suhu disebabkan wadah yang digunakan untuk menampung es batu terlalu kecil sehingga tidak terlalu banyak memasukkan es batu. Selama 15 menit pengukuran, didapatlah temperatur konstan sebesar 8˚C. Dimana setiap 3-4 sekali perubahan temperatur suhu sebesar 2˚C dan perbandingan antara belum membeku, membeku sebagian, dan beku semua menunjukkan 4:7:4.
Beberapa kesalahan lain yang ada dalam percobaan pertama terlihat pada beberapa kali mengangkat termometer. Jika termometer diangkat akan menyebabkan suhu akan berubah tidak sama seperti sebelumnya. Hal inilah yang menyebabkan adanya ketidaksesuaian antara tabel konstanta penurunan titik beku dengan hasil percobaan yang mana temperatur konstannya berada pada suhu 16,6˚C (Chang, 2005).
Percobaan kedua dilakukan untuk menetukan penurunan titik beku Naftalena (C10H8)  dalam Asam Asetat (CH3COOH). Penurunan titik beku larutan dimana larutan  mulai membeku akibat adanya zat terlarut. Naftalena (C10H8) ini hidrokarbon kristalin aromatik berbentuk padatan berwarna putih. Senyawa ini bersifat volatil, mudah menguap walau dalam bentuk padatan. Saat diukur, suhu awal Naftalena (C10H8)   berada pada temperatur 28˚C. Naftalena (C10H8)  yang digunakan dalam 15 mililiter Asam Asetat (CH3COOH) sebanyak 0,2538 gram yang ditimbang menggunakan neraca analitik. Penggunaan neraca analitik dimaksudkan agar ketelitian Naftalena (C10H8)   sesuai yang diinginkan. Dilihat dari tabel yang ada, perubahan temperatur suhu konstan namun tidak dalam waktu yang konstan. Dimana pada menit pertama hingga menit kedua menunjukkan suhu 12˚C, menit ketiga sampai kelima menunjukkan suhu 10˚C, menit keenam hingga kedelapan menunjukkan suhu 8˚C, dan pada menit kesembilan hingga kelima belas suhu yang didapat mencapai 6˚C. Perbandingan yang didapat antara belum membeku, membeku sebagian, dan beku semua menunjukkan 2:6:7.
Dari percobaan sebelumnya, terlihat pada percobaan ini pembekuan larutan lebih cepat karena kesalahan yang dilakukan seperti mengangkat termometer dan kurangnya es batu tidak dilakukan lagi namun terlihat es batu lebih cepat mencair dikarenakan faktor suhu lingkungan yang memang panas. Percobaan kedua belum sesuai dengan teori bahwa  proses penurunan titik beku melibatkan transisi dari keadaan tidak teratur ke keadaan teratur, agar proses itu terjadi energi harus diambil dari sistem, karena larutan lebih tidak teratur dibandingkan pelarut, maka lebih banyak energi yang harus diambil darinya untuk menciptakan keteraturan dibandingkan dalam kasus pelarut murni, jadi larutan memiliki titik beku lebih rendah dibandingkan pelarut (Chang, 2005). Namun teori dari Chang ini sesuai untuk percobaan yang pertama dimana setiap 3-4 sekali perubahan temperatur suhu sebesar 2˚C.
Pada percobaan ketiga, zat x yang akan direaksikan dengan Asam Asetat (CH3COOH) berupa NaCl (Natrium Klorida) atau garam dapur. Percobaan ketiga ini untuk menetukan massa molekul relatif zat X atau NaCl (Natrium Klorida). Banyak Natrium Klorida (NaCl) yang digunakan sebanyak 0,2535 gram. Suhu awal yang didapat 30˚C saat 0,2535 gram Natrium Klorida (NaCl) ditambahkan 15 mililiter Asam Asetat (CH3COOH dan dimasukkan ke dalam gelas kimia besar. Percobaan terakhir ini terlihat lebih cepat membeku namun proses pembekuannya tidak terlalu konstan. Dimana menit pertama bertemperatur 14˚C, menit kedua menunujukkan temperatur 13˚C, menit ketiga hingga keempat menunujukkan temperatur 12˚C, menit kelima dan keenam menunjukkan temperatur 11˚C, menit ketujuh hingga kelima belas suhu yang didapat konstan pada temperatur 10˚C. Perbandingan yang didapat antara belum membeku, membeku sebagian, dan beku semua menunjukkan 2:5:9.
Pembekuan yang cepat ini disebabkan ada banyak es batu yang ditambahkan dan adanya penambahan garam. Sebagaimana diketahui bahwasannya garam berfungsi sebagai penghambat proses pencairan es. Pembekuan sempurna pada percobaan ini terlihat saat termometer yang tidak bisa lepas dari bongkahan di dalam tabung reaksi besar. Sukardjo (2013)  mengatakan bahwa bahwa larutan akan membeku pada temperatur lebih rendah dari pelarutnya. Hasil perhitungan untuk mencari Mr yang didapatkan dari beberapa perhitungan yang dilakukan sebesar −126.734 .

X.      Jawaban Tugas
A. Pertanyaan
1. Bagaimana titik beku masing-masing larutan, dibandingkan dengan titik beku pelarut?
2.  Bagaimana pengaruh molalitas asam asetat dari zat X terhadap:
a.  Titik beku larutan?        
b.  Penurunan titik beku larutan?
3.  Pada molalitas yang sama, bagaimana pengaruh NaCl (zat elektrolit) dibandingkan dengan urea (zat non elektrolit), terhadap penurunan titik beku larutan?
4.  Bagaimana hubungan penurunan titik beku  larutan dengan konsentrasi?
5.  Apa fungsi penambahan garam pada es batu?
B. Jawaban
1.  Titik beku masing-masing larutan pada percobaan yang kami lakukan ada yang lebih rendah dari pelarut seperti Naftalena (C10H8), namun tidak pada zat X  atau Natrium Klorida (NaCl).
2.  a. semakin besar molalitasnya maka titik bekunya semakin rendah.
b. semakin besar molalitasnya maka penurunan titik bekunya semakin tinggi.
3.  Pada molalitas yang sama, penurunan titik beku larutan NaCl (elektrolit) lebih tinggi dibandingkan dengan larutan urea (non elektrolit), hal ini disebabkan zat elektrolit terurai menjadi ion-ion sehingga jumlah partikelnya lebih banyak dibanding zat non elektrolit.
4.  Besarnya penurunan titik beku sebanding dengan konsentrasi molal (m), jadi apabila konsentrasinya besar maka harga penurunan titik bekunya besar juga.
5.  Garam dapur yang digunakan sebagai campuran es, berfungsi untuk mempercepat proses pencairan es namun suhunya konstan, sehingga dapat membantu dalam menganalisis terhadap titik beku larutan yang diuji.

XI.   Kesimpulan
1.      Titik beku ialah temperatur pada saat larutan setimbang dengan pelarut padatnya.
2.      Besarnya perbedaan antara titik beku zat pelarut dengan titik beku larutan disebut penurunan titik beku.
3.      Penurunan titik beku asam asetat yang didapat sebesar 15.748 °C/mol.
4.      Massa molekul relatif zat X adalah −126.734
5.      Larutan akan membeku pada temperatur lebih rendah dari pelarutnya, dikarenakan sebagian partikel air dan partikel-partikel terlarut akan bergabung dan membentuk ikatan.

XII. Daftar Pustaka
Chang, Raymond. 2005. Kimia Dasar: Konsep-Konsep Inti. Jakarta: Erlangga.
 Kitti, Sura. 2010. Kimia 2. Jakarta: Graha Cipta Karya.
 Purba, Michael dan Sunardi. 2012. Kimia 3. Jakarta: Erlangga. 
 Petruci, Ralph. 1987. Kimia Dasar: Prinsip dan Terapan Modern. Jakarta:      Erlangga.
 Sukardjo. 2013. Kimia Fisika. Yogyakarta: Rineka Cipta.









LAMPIRAN
1.      Temperatur vs waktu untuk larutan Asam Asetat (CH3COOH) murni
Foto
Keterangan

Memasukkan Asam Asetat (CH3COOH)  kedalam tabung reaksi .

Mengukur suhu awal Asam Asetat (CH3COOH).

    
Mengukur dan mengamati suhu setiap menit setelah di masukkan dalam es batu.







2.      Penurunan titik beku Naftalena dalam Asam Asetat (CH3COOH)
Foto
Keterangan

Menggerus Naftalena

Menimbang Naftalena sebesar 0.2538 gram

Memasukkan Naftalena dalam tabung raksi yang berisi Asam Asetat.

Mengukur suhu awalnya

Memasukkan tabung reaksi besar tadi dalam es batu dan amati suhunya setiap menit

Larutan Naftalena dan Asam Asetat (CH3COOH) membeku

3.      Penentuan titik beku zat X dalam Asam Asetat (CH3COOH)
Foto
Keterangan

Memasukkan Asam Asetat (CH3COOH) dalam tabung reaksi besar.

Menimbang zat X (NaCl) sebesar 0,2535 gram


Memasukkan zat X (NaCl) kedalam tabung reaksi besar yang berisi Asam Asetat tadi.
Mengukur suhu awalnya

Memasukkan tabung reaksi besar tadi dalam es batu dan amati suhunya setiap menit



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ayo Bermain Analogi Dengan Termokimia!

Sebagian aspek kimia bersifat ‘kasat mata’ (visibel), artinya dapat dibuat fakta konkritnya dan sebagian aspek yang lain bersifat abstrak ...